Everything About Me
Ini lebih dari sekedar pemuasan diri atas apa yang tak terungakapkan. It's real story about me and you will know me more here :)
Sabtu, 03 Agustus 2013
Selasa, 22 Januari 2013
ANONIM 3 (end)
Adakalanya semua ini harus berganti. Entah dengan
resiko yang seperti apa nantinya. Rasa iri dan cemburu mungkin telah menjadi
santapan sehari-hari yang kadang-kadang menaikkan kadar emosi menuju puncaknya.
Tapi inilah yang terjadi, dan memang beginilah faktanya.
Sudah
terlambatkah untuk memulainya? Terlalu kecilkah kemungkinan yang akan
menggiring semua ini? Atau malah nol besarkah usaha akan keinginan ini? Begitu
sulit rasanya untuk dijelaskan. Mata, tangan dan kaki seolah berjanji untuk menghancurkan
benda-benda dalam radius mereka ketika semuanya tetap saja tak berujung.
Satu
kali lagi kutegaskan “Ini belum waktunya.” Sejenak kemarahan itu mereda menuju
titik terbawah yang tak bisa menjamin pasti akan sesuatu yang akan terjadi
setelahnya. Hati kembali melemah dan dan otak kembali memutar bayangan tentang
dirinya. Ini memang bukan kali pertama penantian tapi aku selalu merasa hal
yang sama. Bosan, tak sabar dan pesimis. Selalu salahkah kombinasi pilihan
mata, hati, logika, dan keinginan ini?
Waktu
memang terlalu singkat memberikan sesuatu itu. Tanpa rasa, dia menarik kembali
apa yang diberikannya itu dalam sekejap mata seolah mengambil apa yang memang
haknya. Duduk diam dan tak bergeming, kuperhatikan lagi ‘dahulu’ ku. Lambat laun
cukup membuahkan kepastian. Akupun sadar, dan kini benar-benar telah mengerti
bahwa dia mungkin akan datang nanti. Sebulan, dua bulan, setahun, ataupun
bertahun-tahun lagi. Entahlah. Namun yang pasti dia pasti datang walaupun tak
tahu dengan keadaan yang seperti apa :’)
Untukmu yang
sampai saat ini masih menjadi anonimku
Adakalanya semua ini harus berganti. Entah dengan
resiko yang seperti apa nantinya. Rasa iri dan cemburu mungkin telah menjadi
santapan sehari-hari yang kadang-kadang menaikkan kadar emosi menuju puncaknya.
Tapi inilah yang terjadi, dan memang beginilah faktanya.
Sudah
terlambatkah untuk memulainya? Terlalu kecilkah kemungkinan yang akan
menggiring semua ini? Atau malah nol besarkah usaha akan keinginan ini? Begitu
sulit rasanya untuk dijelaskan. Mata, tangan dan kaki seolah berjanji untuk menghancurkan
benda-benda dalam radius mereka ketika semuanya tetap saja tak berujung.
Satu
kali lagi kutegaskan “Ini belum waktunya.” Sejenak kemarahan itu mereda menuju
titik terbawah yang tak bisa menjamin pasti akan sesuatu yang akan terjadi
setelahnya. Hati kembali melemah dan dan otak kembali memutar bayangan tentang
dirinya. Ini memang bukan kali pertama penantian tapi aku selalu merasa hal
yang sama. Bosan, tak sabar dan pesimis. Selalu salahkah kombinasi pilihan
mata, hati, logika, dan keinginan ini?
Waktu
memang terlalu singkat memberikan sesuatu itu. Tanpa rasa, dia menarik kembali
apa yang diberikannya itu dalam sekejap mata seolah mengambil apa yang memang
haknya. Duduk diam dan tak bergeming, kuperhatikan lagi ‘dahulu’ ku. Lambat laun
cukup membuahkan kepastian. Akupun sadar, dan kini benar-benar telah mengerti
bahwa dia mungkin akan datang nanti. Sebulan, dua bulan, setahun, ataupun
bertahun-tahun lagi. Entahlah. Namun yang pasti dia pasti datang walaupun tak
tahu dengan keadaan yang seperti apa :’)
Untukmu yang
sampai saat ini masih menjadi anonimku
ANONIM 2 (untukmu)
Senyuman, pagi ini datang. Menghampiri sisa-sisa kejenuhan akan
kesendirian. Memang aku sebenarnya telah terbiasa akan keadaan seperti ini.
Namun adakalanya aku merasa bahwa bersama itu lebih baik. Paling tidak untuk
sekedar berbagi. Seperti itulah definisi yang kutahu tentang hubungan itu.
Menemuimu lewat
mimpi mungkin adalah satu-satunya jalan bagiku untuk bisa mengingat sisa
kenangan yang telah menjelma menjadi sesuatu yang kadang berubah wujud menjadi
tawa dan tangis. Adakah kau dengar pengharapanku selama ini? Adakah kau tahu
bahwa dibalik ketidaktahuanku ini aku masih menunggu sesuatu yang akan bisa
mengubahnya menjadi kelegaan yang pasti. Berharap banyak tanpa tindakan yang
pasti mungkin hanya akan menghabiskan putaran jarum jam. Tapi mohon, janganlah
kau ragu bahwa aku akan berhenti melejitkan pengharapan itu. Tak perlu takut
karena aku pasti akan menyisakan setitik ruang untukmu. Selalu ada tempat
untukmu.
Bisakah kau datang pada waktu yang tepat?
Aku ingin hal itu terwujud sebelum rasa jenuh memberontak dan mengancurkan
pengharapan itu. Aku tak bisa memberikan kepastian lagi padamu jika hal itu
telah terjadi, karena sungguh yang mengubah perjanjian itu bukanlah diriku
melainkan hatiku. Jika saja kau bisa mengajaknya berkompromi dan membuatnya
memberikan waktu yang lebih untukmu, aku pasti akan mengikutinya.
Aku
tahu kau punya rasa itu. Paling tidak rasa keingintahuan . Andai engkau tahu,
akupun punya perasaan yang sama seperti perasaanmu yang kuangankan. Bahkan apa
kau tahu, aku punya rasa yang lebih dari itu. Sampai saat ini aku masih
menunggu untaian kata tanya darimu. Kata tanya yang memanti untuk kujawab dan
akan membawa kita pada sesuatu yang lebih dari sekedar tahu itu.
Saat ini masih harus
dinikmati dengan Curhat Buat Sahabatnya Dewi Lestari
Baturaja, 27 Juli 2011
Pukul 10:57 WIB
Senyuman, pagi ini datang. Menghampiri sisa-sisa kejenuhan akan
kesendirian. Memang aku sebenarnya telah terbiasa akan keadaan seperti ini.
Namun adakalanya aku merasa bahwa bersama itu lebih baik. Paling tidak untuk
sekedar berbagi. Seperti itulah definisi yang kutahu tentang hubungan itu.
Menemuimu lewat
mimpi mungkin adalah satu-satunya jalan bagiku untuk bisa mengingat sisa
kenangan yang telah menjelma menjadi sesuatu yang kadang berubah wujud menjadi
tawa dan tangis. Adakah kau dengar pengharapanku selama ini? Adakah kau tahu
bahwa dibalik ketidaktahuanku ini aku masih menunggu sesuatu yang akan bisa
mengubahnya menjadi kelegaan yang pasti. Berharap banyak tanpa tindakan yang
pasti mungkin hanya akan menghabiskan putaran jarum jam. Tapi mohon, janganlah
kau ragu bahwa aku akan berhenti melejitkan pengharapan itu. Tak perlu takut
karena aku pasti akan menyisakan setitik ruang untukmu. Selalu ada tempat
untukmu.
Bisakah kau datang pada waktu yang tepat?
Aku ingin hal itu terwujud sebelum rasa jenuh memberontak dan mengancurkan
pengharapan itu. Aku tak bisa memberikan kepastian lagi padamu jika hal itu
telah terjadi, karena sungguh yang mengubah perjanjian itu bukanlah diriku
melainkan hatiku. Jika saja kau bisa mengajaknya berkompromi dan membuatnya
memberikan waktu yang lebih untukmu, aku pasti akan mengikutinya.
Aku
tahu kau punya rasa itu. Paling tidak rasa keingintahuan . Andai engkau tahu,
akupun punya perasaan yang sama seperti perasaanmu yang kuangankan. Bahkan apa
kau tahu, aku punya rasa yang lebih dari itu. Sampai saat ini aku masih
menunggu untaian kata tanya darimu. Kata tanya yang memanti untuk kujawab dan
akan membawa kita pada sesuatu yang lebih dari sekedar tahu itu.
Saat ini masih harus
dinikmati dengan Curhat Buat Sahabatnya Dewi Lestari
Baturaja, 27 Juli 2011
Pukul 10:57 WIB
ANONIM
Mataku menyambar sebuah jam tangan mungil yang menempel di
pergelangan tangan kiriku. Waktunya akan
tiba, hanya tersisa beberapa menit lagi. Belaian dingin dari air conditioner semakin membekukan bibir
kita. Mengasingkannya dari berbagai kata-kata yang sebenarnya ingin
dimuntahkan. Ini mungkin kali terakhir bagi kita, bagi aku, kamu dan semua rasa
keingintahuan yang semakin membuncah-buncah. Namun sepertinya aku bisa
memastikan bahwa rasa keingintahuan ini akan tetap bungkam dan menjadi sebuah
tanda tanya besar disaat kita mencoba menerka-nerka.
Puluhan soal yang
berada di hadapanku akan kuasingkan. Konsentrasiku benar-benar sedang terpecah
saat ini. Entah pikiran macam apa sebenarnya yang ada di otakmu. Ini sebuah
kisah tentang kita, aku, kamu dan sebuah ruangan mini dimana tempat kita
dipertemukan. Tapi mengapa kau tak bersuara sedikitpun. Mengambil setidaknya sebagian
kecil dari kisah ini agar menarik untuk kurangkai.
Sekali lagi, kau
tetap diam. Duduk di belakangku entah dengan perasaan seperti apa. Ini kisah
kita ketika jam menunjukkan pukul 13.05 WIB. Aku mencari sebuah tempat yang
kurasa nyaman dan bisa menenangkanku selama tiga jam ke depan. Aku tahu tempat
pasti yang kumau. Disebelahmu. Disamping tempat dudukmu. Hanya itulah
satu-satunya defenisi yang kupunya dalam menentukan tempat itu.
Kembali aku teringat akan kejadian
kemarin. Saat aku dengan bodohnya menuju keruangan itu tanpa menunggu
kehadiranmu. Tuhan telah memberikan sebuah kesempatan besar yang tak pernah kuduga
sebelumnya, tapi entah mengapa setelah sekitar 10 detik berpikir, aku memilih
untuk membuangnya begitu saja. Dia, yang seharusnya kutahu namanya. Dia, yang
harusnya tidak dengan singkuh menyapaku. Dia, yang harusnya sekarang duduk di
sampingku. Dia... Dia... dan sekali lagi ini tentang dia. Kita menjalani hari
kemarin seperti biasa saja. Hanya suguhan absen darimu yang membuatku merasa
kebodohanku sedikit terbayar lunas. Ini tentang hari kemarin, tentang awal
kesalahanku.
Hari
ini aku datang kembali. Seperti yang sempat kuceritakan
sebelumnya, pukul 13.00 WIB. Hari terakhir bagi kita untuk menukar semua
keingintahuan ini dengan sebuah kelegaan yang kuharap akan menjadi awal bagi
perjalanan baru. Kupilih tempat terbaik yang kuyakini nanti kau akan duduk di
sebelahnya. Aku rela mengasingkan diri dari kumpulan betina dengan alasan Air
Conditioner di tempat mereka terlalu dingin. Kau masih berada di luar
kandang. Masih sibuk membolak-balik buku modul itu. Kau memang terlalu rajin
untuk ukuranmu. Aku tak lantas menggubris kegiatanmu itu. Kucukupkan hanya
memandangimu lewat celah pintu yang belum tertutup. Sesekali kuungkapkan
kekagumanku lewat hati. Jika hati kita telah mengenal satu sama lain, aku yakin
pesan ini akan sampai kepadamu tanpa harus kuungkapkan secara langsung.
Panggilan itu datang
dan memaksa kita mengakhiri semua kegiatan saat ini. Kau terpaksa harus menutup
buku merah itu dan menuju ke tempat dimana seharusnya kau berada. Begitupun
denganku, dengan sangat menyesal aku terpaksa mengakhiri pemandangan indah yang
sempat kunikmati sekitar 7 menit.
Aku terdiam. Kau datang menuju ruangan
dimana tempat aku berada sekarang. Yang kuharapkan adalah aku memilih tempat
yang tepat untuk menenangkanku. Kau berjalan semakin dekat, jantungkupun
berdetak lebih kencang menanti kau untuk duduk di sampingku. Kuhitung mundur
langkah kakimu, dan pada akhirnya kudapati bahwa kau hanya mau duduk di
belakangku, bukan di sampingku. Ternyata sia-sia kusisihkan tempat ini untukmu.
Kau lebih memilih untuk berada di belakangku, sama seperti hari-hari kemarin.
Dimanapun aku duduk, kau lebih memilih untuk berada di belakangku, bukannya di
sebelahku.
Semua
berjalan seperti biasa. Kau denganmu, dan aku denganku. Tak pernah kita saling
bertukar apapun itu. Kau dan aku masih tetap berada di dunia kita masing-masing
dengan sebuah batas suci yang belum bisa di lewati. Semua berjalan dan saat
yang kutunggu akhirnya tiba, sebuah kertas yang berisi nama kita dan kolom yang
menunggu untuk diisi dengan sebuah tanda tangan. Dengan senyuman yang entah apa
kau lihat atau tidak, aku mengayunkan kertas itu kepadamu. Entah peduli atau
tidak kepadaku.
Seorang
betina yang keluar dari kerumunan itu datang mendekatiku, memilih duduk di
sebelahku dan mencoba berbagi sedikit informasi atau apapun itu. Tak ada lagi,
waktumu telah habis. Kau dan aku akhirnya terpenjara oleh keadaan. Aku tak bisa
beranjak dan duduk disebelahmu, dan begitupun denganmu. Kita terpaksa berjalan
sendiri.
Begitulah
kisah kita hari ini. Sampai pada akhirnya waktu kita berakhir. Tapi tunggu
sebentar, ada sebuah proyek yang diberikan Tuhan kepada kita, lebih tepatnya
untukmu. Adakah perasaanmu untuk mencoba mencari tahu tentangku? Laki-laki yang menjadi salah satu guru disana meminta kita
meninggalkan nomor handphone. Aku mengisinya dengan sebuah pengharapan besar. Semoga
kau berniat untuk mencatat deretan angka yang berjumlah 12 digit itu.
Handphoneku telah
berdering. Seseorang diluar telah menungguku untuk mengajakku pulang. Jangan
khawatir, dia bukan seseorang yang spesial untukku. Kami masih mempunyai
hubungan darah yang membuat segalanya lebih dari sekedar spesial. Maaf, aku tak
bisa menunggumu. Aku tak bisa memandangimu untuk yang terakhir kali atau
sekedar menyebutkan kata perpisahan. Aku benar-benar tidak bisa menunggu karena
aku telah ditunggu. Selamat
tinggal. Aku tak tahu bagaimana cara menanyakan keingintahuanku ini. Hanya satu
pengharapanku, semoga kau menyempatkan diri untuk mencatat nomor yang telah
mewakili diriku itu. Semoga saja... Semoga saja...
Aku
akan menunggumu mengucapkan sebuah kalimat keingintahuan atas diriku. Meskipun
aku tak tahu sedikitpun tentangmu, tapi aku mencoba bertahan dengan makhluk
asing sepertimu. Semoga perasaan ini benar. Terima kasih untuk waktu yang telah
kau sisihkan agar aku dapat menikmatimu. Aku tak bisa menyapamu atau berkata
apapun sebab aku tak tahu dirimu, namamu, dan semuanya. Sekali lagi kuucapkan,
semuanya telah berakhir.
Baturaja, 26 Juni 2011
Pukul 17:46 WIB
Mataku menyambar sebuah jam tangan mungil yang menempel di
pergelangan tangan kiriku. Waktunya akan
tiba, hanya tersisa beberapa menit lagi. Belaian dingin dari air conditioner semakin membekukan bibir
kita. Mengasingkannya dari berbagai kata-kata yang sebenarnya ingin
dimuntahkan. Ini mungkin kali terakhir bagi kita, bagi aku, kamu dan semua rasa
keingintahuan yang semakin membuncah-buncah. Namun sepertinya aku bisa
memastikan bahwa rasa keingintahuan ini akan tetap bungkam dan menjadi sebuah
tanda tanya besar disaat kita mencoba menerka-nerka.
Puluhan soal yang
berada di hadapanku akan kuasingkan. Konsentrasiku benar-benar sedang terpecah
saat ini. Entah pikiran macam apa sebenarnya yang ada di otakmu. Ini sebuah
kisah tentang kita, aku, kamu dan sebuah ruangan mini dimana tempat kita
dipertemukan. Tapi mengapa kau tak bersuara sedikitpun. Mengambil setidaknya sebagian
kecil dari kisah ini agar menarik untuk kurangkai.
Sekali lagi, kau
tetap diam. Duduk di belakangku entah dengan perasaan seperti apa. Ini kisah
kita ketika jam menunjukkan pukul 13.05 WIB. Aku mencari sebuah tempat yang
kurasa nyaman dan bisa menenangkanku selama tiga jam ke depan. Aku tahu tempat
pasti yang kumau. Disebelahmu. Disamping tempat dudukmu. Hanya itulah
satu-satunya defenisi yang kupunya dalam menentukan tempat itu.
Kembali aku teringat akan kejadian
kemarin. Saat aku dengan bodohnya menuju keruangan itu tanpa menunggu
kehadiranmu. Tuhan telah memberikan sebuah kesempatan besar yang tak pernah kuduga
sebelumnya, tapi entah mengapa setelah sekitar 10 detik berpikir, aku memilih
untuk membuangnya begitu saja. Dia, yang seharusnya kutahu namanya. Dia, yang
harusnya tidak dengan singkuh menyapaku. Dia, yang harusnya sekarang duduk di
sampingku. Dia... Dia... dan sekali lagi ini tentang dia. Kita menjalani hari
kemarin seperti biasa saja. Hanya suguhan absen darimu yang membuatku merasa
kebodohanku sedikit terbayar lunas. Ini tentang hari kemarin, tentang awal
kesalahanku.
Hari
ini aku datang kembali. Seperti yang sempat kuceritakan
sebelumnya, pukul 13.00 WIB. Hari terakhir bagi kita untuk menukar semua
keingintahuan ini dengan sebuah kelegaan yang kuharap akan menjadi awal bagi
perjalanan baru. Kupilih tempat terbaik yang kuyakini nanti kau akan duduk di
sebelahnya. Aku rela mengasingkan diri dari kumpulan betina dengan alasan Air
Conditioner di tempat mereka terlalu dingin. Kau masih berada di luar
kandang. Masih sibuk membolak-balik buku modul itu. Kau memang terlalu rajin
untuk ukuranmu. Aku tak lantas menggubris kegiatanmu itu. Kucukupkan hanya
memandangimu lewat celah pintu yang belum tertutup. Sesekali kuungkapkan
kekagumanku lewat hati. Jika hati kita telah mengenal satu sama lain, aku yakin
pesan ini akan sampai kepadamu tanpa harus kuungkapkan secara langsung.
Panggilan itu datang
dan memaksa kita mengakhiri semua kegiatan saat ini. Kau terpaksa harus menutup
buku merah itu dan menuju ke tempat dimana seharusnya kau berada. Begitupun
denganku, dengan sangat menyesal aku terpaksa mengakhiri pemandangan indah yang
sempat kunikmati sekitar 7 menit.
Aku terdiam. Kau datang menuju ruangan
dimana tempat aku berada sekarang. Yang kuharapkan adalah aku memilih tempat
yang tepat untuk menenangkanku. Kau berjalan semakin dekat, jantungkupun
berdetak lebih kencang menanti kau untuk duduk di sampingku. Kuhitung mundur
langkah kakimu, dan pada akhirnya kudapati bahwa kau hanya mau duduk di
belakangku, bukan di sampingku. Ternyata sia-sia kusisihkan tempat ini untukmu.
Kau lebih memilih untuk berada di belakangku, sama seperti hari-hari kemarin.
Dimanapun aku duduk, kau lebih memilih untuk berada di belakangku, bukannya di
sebelahku.
Semua
berjalan seperti biasa. Kau denganmu, dan aku denganku. Tak pernah kita saling
bertukar apapun itu. Kau dan aku masih tetap berada di dunia kita masing-masing
dengan sebuah batas suci yang belum bisa di lewati. Semua berjalan dan saat
yang kutunggu akhirnya tiba, sebuah kertas yang berisi nama kita dan kolom yang
menunggu untuk diisi dengan sebuah tanda tangan. Dengan senyuman yang entah apa
kau lihat atau tidak, aku mengayunkan kertas itu kepadamu. Entah peduli atau
tidak kepadaku.
Seorang
betina yang keluar dari kerumunan itu datang mendekatiku, memilih duduk di
sebelahku dan mencoba berbagi sedikit informasi atau apapun itu. Tak ada lagi,
waktumu telah habis. Kau dan aku akhirnya terpenjara oleh keadaan. Aku tak bisa
beranjak dan duduk disebelahmu, dan begitupun denganmu. Kita terpaksa berjalan
sendiri.
Begitulah
kisah kita hari ini. Sampai pada akhirnya waktu kita berakhir. Tapi tunggu
sebentar, ada sebuah proyek yang diberikan Tuhan kepada kita, lebih tepatnya
untukmu. Adakah perasaanmu untuk mencoba mencari tahu tentangku? Laki-laki yang menjadi salah satu guru disana meminta kita
meninggalkan nomor handphone. Aku mengisinya dengan sebuah pengharapan besar. Semoga
kau berniat untuk mencatat deretan angka yang berjumlah 12 digit itu.
Handphoneku telah
berdering. Seseorang diluar telah menungguku untuk mengajakku pulang. Jangan
khawatir, dia bukan seseorang yang spesial untukku. Kami masih mempunyai
hubungan darah yang membuat segalanya lebih dari sekedar spesial. Maaf, aku tak
bisa menunggumu. Aku tak bisa memandangimu untuk yang terakhir kali atau
sekedar menyebutkan kata perpisahan. Aku benar-benar tidak bisa menunggu karena
aku telah ditunggu. Selamat
tinggal. Aku tak tahu bagaimana cara menanyakan keingintahuanku ini. Hanya satu
pengharapanku, semoga kau menyempatkan diri untuk mencatat nomor yang telah
mewakili diriku itu. Semoga saja... Semoga saja...
Aku
akan menunggumu mengucapkan sebuah kalimat keingintahuan atas diriku. Meskipun
aku tak tahu sedikitpun tentangmu, tapi aku mencoba bertahan dengan makhluk
asing sepertimu. Semoga perasaan ini benar. Terima kasih untuk waktu yang telah
kau sisihkan agar aku dapat menikmatimu. Aku tak bisa menyapamu atau berkata
apapun sebab aku tak tahu dirimu, namamu, dan semuanya. Sekali lagi kuucapkan,
semuanya telah berakhir.
Baturaja, 26 Juni 2011
Pukul 17:46 WIB
Rabu, 06 Juni 2012
second holiday
Terlebih lagi..
Karena dahulu itu pernah membawa kita bersama. Menggaungkan
sebuah kesatuan bersama yang lainnya dalam ikatan ‘classmate’. Tak akan pernah
bisa dipungkiri bahwa kita takdirnya hanyalah sendiri. Lingkungan hanyalah
sebuah permainan pertemuan dan perpisahan yang pada akhirnya hanya akan membawa
kenangan semata. Hanya saja masa yang membedakannya. Cepat, lambat, baik, buruk
dan semua yang pernah terasa hanyalah berkat bantuan masa.
Kini, aku mengingatnya kembali. Membuahkan bulan sabit kecil lewat
bibir ini saat mata dan otak berpadu melihat semua potret kenangan dan mencoba
mereka ulang semua detik peristiwa lampau itu. Lucu, kesal, aneh, senang,
deg-degan, semangat. Entah ungkapan bagaimana lagi yang bisa menggambarkannya.
Ingat saat kita dengan bersemangat pergi ke sekolah dengan sebuah harapan melihat
termometer semangat kita? Ingat bagaimana dengan gesitnya kita melangkahkan
kaki saat ada ulangan demi mendapat tempat yang strategis? Ingatkah bagaimana
dengan polosnya kita mengulang cerita di acara tv favorit kita seolah kita
kelebihan waktu dan tak ada salahnya menyia-nyiakannya? Ingatkah saat moving
class favorit kita yang mengantarkan kita pada kondisi terlambat masuk kelas?
Ingatkah pula saat moving class membawa kita bertemu dengan semua tentang dia,
tempat duduknya, wajahnya, segala sesuatu yang dia pakai? Ingatkah?
Harus disadari bahwa aku tak bisa kembali kesana untuk mempedulikan
rindu-rindu yang selalu menyanyi setiap ingatan itu datang. Tak bisa. Akupun
tak akan memaksa semuanya bisa kembali terulang karena sekalipun dengan rencana
yang matang, aku percaya semuanya tak akan pernah bisa sama. Jadi, aku biarkan
semuanya berjalan dalam koridornya dan berharap kenyataan baru membawa kita
dalam keadaan berbeda yang akan lebih membahagiakan dibandingkan
kenangan-kenangan itu.
Terlebih lagi..
Karena dahulu itu pernah membawa kita bersama. Menggaungkan
sebuah kesatuan bersama yang lainnya dalam ikatan ‘classmate’. Tak akan pernah
bisa dipungkiri bahwa kita takdirnya hanyalah sendiri. Lingkungan hanyalah
sebuah permainan pertemuan dan perpisahan yang pada akhirnya hanya akan membawa
kenangan semata. Hanya saja masa yang membedakannya. Cepat, lambat, baik, buruk
dan semua yang pernah terasa hanyalah berkat bantuan masa.
Kini, aku mengingatnya kembali. Membuahkan bulan sabit kecil lewat
bibir ini saat mata dan otak berpadu melihat semua potret kenangan dan mencoba
mereka ulang semua detik peristiwa lampau itu. Lucu, kesal, aneh, senang,
deg-degan, semangat. Entah ungkapan bagaimana lagi yang bisa menggambarkannya.
Ingat saat kita dengan bersemangat pergi ke sekolah dengan sebuah harapan melihat
termometer semangat kita? Ingat bagaimana dengan gesitnya kita melangkahkan
kaki saat ada ulangan demi mendapat tempat yang strategis? Ingatkah bagaimana
dengan polosnya kita mengulang cerita di acara tv favorit kita seolah kita
kelebihan waktu dan tak ada salahnya menyia-nyiakannya? Ingatkah saat moving
class favorit kita yang mengantarkan kita pada kondisi terlambat masuk kelas?
Ingatkah pula saat moving class membawa kita bertemu dengan semua tentang dia,
tempat duduknya, wajahnya, segala sesuatu yang dia pakai? Ingatkah?
Harus disadari bahwa aku tak bisa kembali kesana untuk mempedulikan
rindu-rindu yang selalu menyanyi setiap ingatan itu datang. Tak bisa. Akupun
tak akan memaksa semuanya bisa kembali terulang karena sekalipun dengan rencana
yang matang, aku percaya semuanya tak akan pernah bisa sama. Jadi, aku biarkan
semuanya berjalan dalam koridornya dan berharap kenyataan baru membawa kita
dalam keadaan berbeda yang akan lebih membahagiakan dibandingkan
kenangan-kenangan itu.
Minggu, 27 Mei 2012
Sehari yang Lalu
Kurasa cukup,
Bahkan ini terlebih dari sekedar cukup.
Kita terlalu sering melanggar aturan yang kita sendiri buat
Dan kemarin adalah pelanggaran terbesarnya
Beruntunglah Tuhan masih terlalu tak rela untukku melangkah lebih jauh lagi
Nada buruk lewat lagu semu yang kualami itu semoga lebih cukup menjadi teguran bagiku
Sudah dan jangan sampai lagi untuk pelanggaran selanjutnya
Jadi,
Jangan terkejut jika aku tak seperti biasanya
Jangan heran jika aku tak mau berada dalam keadaan yang terlalu sering merugikan kita
Kita sadar,
Tapi entah mengapa kita berlaku seolah kita tak tahu apa yang benar
Bukan bermaksud untuk tak mempercayaimu
Namun pada diriku sendiri aku tak bisa percaya 100%
Entah bagaimana caranya agar integritas itu bertengger padaku
Aku yang selama ini masih mengategorikan diriku pada sebuah pencarian jati diri
Sekarang berusaha menstabilkannya dengan kata Dewasa
Aku dan Kamu
Yang sudah lebih dari empat bulan ini menggenapkan diri menjadi kita
Yang sudah menanam harapan satu sama lain
Yang sudah merasakan benar dan salah dalam kategori yang adakalanya tak wajar lagi
Sekali ini tentang aku dan kamu
Semoga keinginan yang kita harapkan tak datang terlalu cepat
Karena aku yakin sekalipun itu indah bahkan sangat indah, namun semuanya akan terlihat lebih sempurna ketika ia tetap berjalan dengan kecepatan pada koridornya dan akan datang pada kita dengan segala ketepatan yang ada.
Bisakah?
Ini bukan kali pertama pertanyaan, namun kita masih saja melanggar.
Kedepan, harapan jangka pendek yang selalu akan berlanjut sampai kita menemukan titik peleburan atau perpisahan itu adalah semoga integritas itu hadir menjadi pengabulannya
Semoga niat ini tercermin dalam perjalanan kedepannya
Amiiiinnnn ya Rabb
Kurasa cukup,
Bahkan ini terlebih dari sekedar cukup.
Kita terlalu sering melanggar aturan yang kita sendiri buat
Dan kemarin adalah pelanggaran terbesarnya
Beruntunglah Tuhan masih terlalu tak rela untukku melangkah lebih jauh lagi
Nada buruk lewat lagu semu yang kualami itu semoga lebih cukup menjadi teguran bagiku
Sudah dan jangan sampai lagi untuk pelanggaran selanjutnya
Jadi,
Jangan terkejut jika aku tak seperti biasanya
Jangan heran jika aku tak mau berada dalam keadaan yang terlalu sering merugikan kita
Kita sadar,
Tapi entah mengapa kita berlaku seolah kita tak tahu apa yang benar
Bukan bermaksud untuk tak mempercayaimu
Namun pada diriku sendiri aku tak bisa percaya 100%
Entah bagaimana caranya agar integritas itu bertengger padaku
Aku yang selama ini masih mengategorikan diriku pada sebuah pencarian jati diri
Sekarang berusaha menstabilkannya dengan kata Dewasa
Aku dan Kamu
Yang sudah lebih dari empat bulan ini menggenapkan diri menjadi kita
Yang sudah menanam harapan satu sama lain
Yang sudah merasakan benar dan salah dalam kategori yang adakalanya tak wajar lagi
Sekali ini tentang aku dan kamu
Semoga keinginan yang kita harapkan tak datang terlalu cepat
Karena aku yakin sekalipun itu indah bahkan sangat indah, namun semuanya akan terlihat lebih sempurna ketika ia tetap berjalan dengan kecepatan pada koridornya dan akan datang pada kita dengan segala ketepatan yang ada.
Bisakah?
Ini bukan kali pertama pertanyaan, namun kita masih saja melanggar.
Kedepan, harapan jangka pendek yang selalu akan berlanjut sampai kita menemukan titik peleburan atau perpisahan itu adalah semoga integritas itu hadir menjadi pengabulannya
Semoga niat ini tercermin dalam perjalanan kedepannya
Amiiiinnnn ya Rabb
Jumat, 25 Mei 2012
Motivator
Coba
kilas balik hidup kalian masing-masing. Ingat masa sulit yang pernah kalian
alami. Sekali lagi, coba inget sesuatu yang bisa buat kalian bangkit lagi waktu
kalian ngerasa hidup ini udah sulit banget buat dilanjutin. Mungkin gue gak
perlu tahu banyak soal apa yang bisa bikin kalian tetep hidup dan masih berniat
ngelanjutin hidup sampe emang batesnya udah berakhir. Namun, ada satu hal yang
perlu kalian tahu dari pengantar yang panjang lebar ini dari gue. Sadar gak
kalo kalian hidup karena ada motivasi. Percaya atau gak, emang inilah
kenyataannya.
Kalian
pasti gak pernah bakalan rela hidup kalo semua yang kalian lakuin bakalan
sia-sia nantinya. Iya, motivasi yang bikin kita hidup dan terus bertahan dalem
keadaan yang paling buruk sekalipun. Nah, kalian pasti udah pada sadar bakalan
dibawa kemana cerita ini, gak perlu tanya dulu motivasi seperti apa yang
bakalan gue ceritain. Tapi yang jelas, ini cerita hidup gue yang gak tahu harus
gue bagi ama siapa.
“Kalo
boleh bilang, gue gak bakalan nyangka kalo bangku kuliahan yang baru gue
dudukin selama kurang lebih empat bulan ini udah ngebawa dampak yang lumayan
besar buat hidup gue. Yap, kejutan baru yang dateng yang gak tahu harus gue
sambut pake cara apaan. Asal boleh asal, sebenernya gue masih kurang srek sama
penghidupan gue selepas masa abu-abuers ini. Gue Cuma ngerasa pencapaian yang
gue dapet bukan seperti yang pernah gue khayalin sebelumnya. Mungkin
kesepakatan yang rumpang dari ketuga belah pihak inilah yang ngebuat segalanya
jadi gak berakhir memuaskan menurut ukuran gue. Tapi, sebenernya gue masih
punya dua kali lagi kesempatan buat ngubah keadaan hidup gue. Semoga aja
rezekinya gue bakalan nimbrungin dah. Hhaha...
Masih
dengan rasa rada-rada malu, gue ngejalani hidup yang entah pantes atau gak
sebenernya buat gue. Gue Cuma ngerasa kalo gue terlalu banyak ngeluh dan sering
gak bersyukur sama apa yang udah gue dapet. I’m so sorry God :’(
Ok,
langsung masuk aja ke inti cerita yang bakalan jadi sesuatu yang semu dan sama
sekali cuma sebagai cerita doang. Kalo orang banyak bilang hidup tanpa cinta
sama aja kayak sayur tanpa garam, mungkin ada benernya juga. Karena emang salah
satu motivator terbesar dalem hidup itu adalah cinta. Sebuah peringatan buat
kita semua, Jangan pernah nganggep cinta itu perkara enteng! Caution buat kita
semua.
Hidup
gue rasa udah mulai nunjukin warnanya buat gue, gak seflat dulu lagi yang gue
kira cuma berwarna item sama putih doang. Semuanya emang karena cinta, cinta
yang udah mulai berani keluar dari koridor kesesuaian yang selama 17 tahun ini
hidup di benak gue. Kalo boleh jujur, gue masih parno buat nyebur langsung
dalem urusan yang satu ini, dan selama ini gue emang selalu hadir sebagai
pengamat setia. Tapi, adakalanya gue mikir kalo gue harus berani berevolusi
buat nemuin kejutan-kejutan yang gak bakalan gue kira sebelumnya.
Gak
segampang itu kalo menurut takaran gue. Banyak banget pertimbangan sampe gue
bisa bener-bener bilang kalo ‘Gue Siap’. Kesiapan yang seperti apa itu bakalan
gue bahas dalem judul laen.
Dalem
urusan cinta khususnya, gue ngerasa kalo kita butuh sebuah motivasi yang gak
bakalan bisa hancur dalem keburukannya yang pasti bakalan nampak. Gue harus
bisa nemuin motivasi itu. Dan sekarang gue gak tahu pasti apa itu motivasi yang
tepat atau gak, tapi yang jelas hidup gue udah mulai agak tertata.
Motivasi
yang gue ambil adalah manusia dengan mata berlebih dibandingkan dengan manusia
normal, otak yang memang lebih banyak terhubung sambungan sarafnya, dan dengan
penampilan yang cukup menawan dimata gue. Siap atau gak dia harus bisa terima
kalo gue udah milih dia. Bukan untuk nemenin hidup gue, bukan juga buat jadi
milik gue. Bukan untuk kedua-duanya. Bahkan bukan juga sebagai pelampiasan
ataupun sebagainya. Manusia itu dimata gue cuma buat motivasi berkepanjangan gue
yang gue bener-bener harepin bisa bertahan lama sampe akhirnya gue udah nemu
cinta yang bakalan hidup selamanya buat gue. Gue cuma mohon supaya loe gak
terganggu atas apa yang udah gue pilihin buat hidup gue.
Kalo
mau tahu sebenernya mau gue apain nih orang. Kalian mesti baca nih cerita ampe
abis. Dengan semua kenangan yang udah pernah terekam di memori tercanggih yang
gue punya selama ini, gue cuma ngarep loe sebagai motivator gue. Gak perlu loe
repot-repot ngeluarin bahasa rumit dan agak sulit gue ngerti atau nyoba ngajak
gue mantengin MetroTV tiap malem senin buat nonton MTGW. Loe Cuma izinin gue
mandangin segala keindahan yang Tuhan kasih buat Loe. Sumpah, cuma gitu doang
:’)
Dan
lagi, tiga huruf yang loe pilih itu bener-bener udah ngerubah hidup gue. Ya
paling gak dia tahu siapa gue, nama gue, dan yang paling penting lagi dia
bakalan tahu kalo sewaktu-waktu kita ketemu. Trus apa yang gue mau dari loe?
Sebnernya simple banget, loe cuma butuh tetap hidup dan ngebiarin gue mandangin
wajah loe. Itu udah lebih dari cukup buat gue untuk siap ngadepin kenyataan
buruk tentang cinta.
Coba
kilas balik hidup kalian masing-masing. Ingat masa sulit yang pernah kalian
alami. Sekali lagi, coba inget sesuatu yang bisa buat kalian bangkit lagi waktu
kalian ngerasa hidup ini udah sulit banget buat dilanjutin. Mungkin gue gak
perlu tahu banyak soal apa yang bisa bikin kalian tetep hidup dan masih berniat
ngelanjutin hidup sampe emang batesnya udah berakhir. Namun, ada satu hal yang
perlu kalian tahu dari pengantar yang panjang lebar ini dari gue. Sadar gak
kalo kalian hidup karena ada motivasi. Percaya atau gak, emang inilah
kenyataannya.
Kalian
pasti gak pernah bakalan rela hidup kalo semua yang kalian lakuin bakalan
sia-sia nantinya. Iya, motivasi yang bikin kita hidup dan terus bertahan dalem
keadaan yang paling buruk sekalipun. Nah, kalian pasti udah pada sadar bakalan
dibawa kemana cerita ini, gak perlu tanya dulu motivasi seperti apa yang
bakalan gue ceritain. Tapi yang jelas, ini cerita hidup gue yang gak tahu harus
gue bagi ama siapa.
“Kalo
boleh bilang, gue gak bakalan nyangka kalo bangku kuliahan yang baru gue
dudukin selama kurang lebih empat bulan ini udah ngebawa dampak yang lumayan
besar buat hidup gue. Yap, kejutan baru yang dateng yang gak tahu harus gue
sambut pake cara apaan. Asal boleh asal, sebenernya gue masih kurang srek sama
penghidupan gue selepas masa abu-abuers ini. Gue Cuma ngerasa pencapaian yang
gue dapet bukan seperti yang pernah gue khayalin sebelumnya. Mungkin
kesepakatan yang rumpang dari ketuga belah pihak inilah yang ngebuat segalanya
jadi gak berakhir memuaskan menurut ukuran gue. Tapi, sebenernya gue masih
punya dua kali lagi kesempatan buat ngubah keadaan hidup gue. Semoga aja
rezekinya gue bakalan nimbrungin dah. Hhaha...
Masih
dengan rasa rada-rada malu, gue ngejalani hidup yang entah pantes atau gak
sebenernya buat gue. Gue Cuma ngerasa kalo gue terlalu banyak ngeluh dan sering
gak bersyukur sama apa yang udah gue dapet. I’m so sorry God :’(
Ok,
langsung masuk aja ke inti cerita yang bakalan jadi sesuatu yang semu dan sama
sekali cuma sebagai cerita doang. Kalo orang banyak bilang hidup tanpa cinta
sama aja kayak sayur tanpa garam, mungkin ada benernya juga. Karena emang salah
satu motivator terbesar dalem hidup itu adalah cinta. Sebuah peringatan buat
kita semua, Jangan pernah nganggep cinta itu perkara enteng! Caution buat kita
semua.
Hidup
gue rasa udah mulai nunjukin warnanya buat gue, gak seflat dulu lagi yang gue
kira cuma berwarna item sama putih doang. Semuanya emang karena cinta, cinta
yang udah mulai berani keluar dari koridor kesesuaian yang selama 17 tahun ini
hidup di benak gue. Kalo boleh jujur, gue masih parno buat nyebur langsung
dalem urusan yang satu ini, dan selama ini gue emang selalu hadir sebagai
pengamat setia. Tapi, adakalanya gue mikir kalo gue harus berani berevolusi
buat nemuin kejutan-kejutan yang gak bakalan gue kira sebelumnya.
Gak
segampang itu kalo menurut takaran gue. Banyak banget pertimbangan sampe gue
bisa bener-bener bilang kalo ‘Gue Siap’. Kesiapan yang seperti apa itu bakalan
gue bahas dalem judul laen.
Dalem
urusan cinta khususnya, gue ngerasa kalo kita butuh sebuah motivasi yang gak
bakalan bisa hancur dalem keburukannya yang pasti bakalan nampak. Gue harus
bisa nemuin motivasi itu. Dan sekarang gue gak tahu pasti apa itu motivasi yang
tepat atau gak, tapi yang jelas hidup gue udah mulai agak tertata.
Motivasi
yang gue ambil adalah manusia dengan mata berlebih dibandingkan dengan manusia
normal, otak yang memang lebih banyak terhubung sambungan sarafnya, dan dengan
penampilan yang cukup menawan dimata gue. Siap atau gak dia harus bisa terima
kalo gue udah milih dia. Bukan untuk nemenin hidup gue, bukan juga buat jadi
milik gue. Bukan untuk kedua-duanya. Bahkan bukan juga sebagai pelampiasan
ataupun sebagainya. Manusia itu dimata gue cuma buat motivasi berkepanjangan gue
yang gue bener-bener harepin bisa bertahan lama sampe akhirnya gue udah nemu
cinta yang bakalan hidup selamanya buat gue. Gue cuma mohon supaya loe gak
terganggu atas apa yang udah gue pilihin buat hidup gue.
Kalo
mau tahu sebenernya mau gue apain nih orang. Kalian mesti baca nih cerita ampe
abis. Dengan semua kenangan yang udah pernah terekam di memori tercanggih yang
gue punya selama ini, gue cuma ngarep loe sebagai motivator gue. Gak perlu loe
repot-repot ngeluarin bahasa rumit dan agak sulit gue ngerti atau nyoba ngajak
gue mantengin MetroTV tiap malem senin buat nonton MTGW. Loe Cuma izinin gue
mandangin segala keindahan yang Tuhan kasih buat Loe. Sumpah, cuma gitu doang
:’)
Dan
lagi, tiga huruf yang loe pilih itu bener-bener udah ngerubah hidup gue. Ya
paling gak dia tahu siapa gue, nama gue, dan yang paling penting lagi dia
bakalan tahu kalo sewaktu-waktu kita ketemu. Trus apa yang gue mau dari loe?
Sebnernya simple banget, loe cuma butuh tetap hidup dan ngebiarin gue mandangin
wajah loe. Itu udah lebih dari cukup buat gue untuk siap ngadepin kenyataan
buruk tentang cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)